Pages

Minggu, 16 November 2014

Kita Menyebut Ini Pengalaman

Kita adalah manusia-manusia kecil yang berangan dan bermimpi besar. Kita adalah individu yang pada masanya dulu berproses dan menjalani rutinitas bersama selama bertahun-tahun. Kita yang akhirnya mengakukan diri sebagai sahabat. Sahabat masa kecil.

Kita selalu bersama dalam segala situasi dan kondisi. Selalu. Tak pernah sekalipun berpisah, kecuali jika sedang dilanda perang. Saat itu kita akan saling buang muka dan saling diam ketika bertemu. Sejak dulu, sejak kita masih belajar, aku tahu bahwa untuk urusan yang satu itu kamu memang selalu lebih unggul. Selalu.

Beberapa kali menjadi mak comblangmu, beberapa kali mendapati kegilaanmu untuk urusan yang satu itu. Sementara aku? Aku hanya bisa menyunggingkan senyum ketika bertemu kakak kelas yang kusukai dijaman itu. Tersenyum dan tersenyum ketika memandang dirinya dari jauh. Argh...rasa geli ketika mengingat dulu. Nampaknya masa itu benar-benar membahagiakan. Sampai sekarang terbungkus rapi.

Hei, aku rindu sekali kembali ke masa itu. Barang perkara kecil kita bisa saling diam beberapa hari. Masih ingat ketika kita saling diam karena tugas sekolah itu? Yap...sebulan kita saling diam, saling buang muka, sampai akhirnya guru BK memanggil kita. Lucu...

Tak terasa sudah enam tahun kita terpisah oleh jarak. Jarak yang membuat kita harus meninggalkan gerbang sekolah itu dan membuat rencana untuk masa depan. Saat itu, tak ada kesedihan. Kita sama-sama berambisi untuk sukses. Sampai kita lupa bahwa ambisi itu menggerus idealisme dan persahabatan kita. Ketika akhirnya kamu menyatukan diri dengan orang yang kukenal, orang yang sempat dekat denganku, yang aku jelas tahu bahwa dia tak baik. Tapi toh hidup terus berjalan dan berproses, hingga akhirnya waktu mengungkap sendiri kebenarannya.

Bahagia adalah ketika aku bisa kembali bertegur sapa denganmu. Ketika kita bicara bukan untuk saling melebihkan namun saling melengkapi dan berbagi pengalaman. Untuk yang satu itu, terimakasih sudah mau membaginya untukku. Ini berharga. Sungguh.

"Jangan pernah mengira-ngira dalamnya perasaan seseorang, kalau memang mau mengubah maka ubahlah dulu dirimu sendiri."
Aku sontak gila. Mungkin ini saat aku belajar untuk ikhlas?? Atau ini saat aku untuk belajar memaafkan?

Aku tidak tahu akan bertahan seberapa lama, semakin jauh semakin jauh dan semakin jauh. Semakin lama semakin keras dan terasa semakin sulit. Pada akhirnya jika harus benar-benar pulang, maka mungkin saja akan ada pelita lain diujung penantian bukan?

Hanya bisa mengusahakan. Hanya bisa terus belajar. Aku hanya bisa melakukan itu. Jika Tuhan menggariskan untuk menyudahinya, maka akan kusudahi.

Terimakasih sahabatku,
Aku tak akan pernah bisa menyamai berat dan kerasnya hidupmu. Tapi aku tahu bahwa Tuhan tahu yang terbaik untuk kita.
Tetap semangat... Harus semangat, harus kuat, yakin bisa!!
Peluk hangat dariku disini untukmu.. :)

Jumat, 14 November 2014

Hai, Kain Kanvas yang Mulai Usang

Kau adalah sepenggal nada disisa imajiku..
Kau menggoreskan segurat cela dikanvas milikku..
Setitik noda hitam pekat yang merubah semua..
Seonggok cerita masa lalu yang lekas sirna..


Beginikah hidup?
Saat hati mulai merasa nyaman, saat itu dia pulang?
Sungguh tak adil
Dia biarkan aku kembali merana tersesat

Kau lukiskan birunya laut
Kau semaikan anggunnya langit berbintang
Tapi mengapa hanya sekejap ku rengguk manisnya?
Kini hanya tersisa ngilu
Kini hanya tersisa rindu

Sungguh malang
Aku tersesat dan tak tahu arah jalan pulang

-setelah lama, muncul kembali ke permukaan-

Rabu, 10 Juli 2013

Catatan 96 Jam


Sebuah kisah dari perjalananku melepas penat, “96 jam...”

Hari pertama...

Dimulai ketika pada siang itu kami berkumpul di Pastoran Paroki X. Hampir sekitar 2 jam aku menunggu ga jelas, namun kejenuhan itu tak begitu berarti karena justru dapat kenalan baru berwajah lama. Kami sharing masa pendidikan di SMA, seru juga.. Hehhe.. Singkatnya, setelah waktu yang panjang, akhirnya perjalanan dimulai. Tak disangka tak diduga, kami naik truk bak pasir yang...demi apapun berasa jadi iwak peyek, padet banget!! Hehm.... Hampir dua jam kami berdiri di truk itu, tapi aku sangat menikmati perjalanan, sejuknya udara disepanjang perjalanan begitu menusuk kalbu, maklum di kota cuma asap mengepul yang sering aku jumpai... Kesan pertama canggung, segelintir orang saja yang wajahnya tak asing bagiku, sisanya? Hem.....

Setelah bercengir ria didalam bak truk selama perjalanan dan ketika turun dari truk, kaki berasa kayak lagi kena parkinson, bew... Gemeteran pemirsa. Hadew... Sampai dilokasi, tenda sudah berdiri, yah ga tahu ternyata ada tangan – tangan malaikat yang sudah berbaik hati mendirikan tenda bagi kami para peserta. Hehm, ini nih awal perang dinginnya. Mungkin kami dibilang sok – sokan, mungkin dibilang ga mau membaur, entah lah, yang jelas awal yang buruk menjadi alur cerita yang buruk pula selama 4 hari kemudian.

Pembukaan dimulai, dan yah. Aku sukses dibuat galau karena disore bolong ketika matahari masih terik dan ketika ga ada hujan ataupun mendung, ada PELANGI.. Lagi dan lagi, aku galau. Bukan cuma sekali, tapi 3 kali. Pertanda apa coba? Ga mikir tanda tanda sih waktu itu, cuma yah sedih juga, Pelangi dalam arti nyata nongol tuh sampai 3 kali, eh Pelangi yang satu lagi entah dimana. Ngenes banget kan....

Dan semakin larut, dinginnnya suasana semakin berasa. Hati dingin, wajah dingin, manusianya pun juga berasa dingin.. Dan semakin merasa asing.. Salah siapa coba? Salahku pastinya, harusnya aku menurunkan harga yang tidak seberapa ini, harusnya lebih pandai membawa diri sehingga ga jadi dingin, iya tho??

Acara berakhir dan kesan kedua tetap saja, biasa!! Bagaimana ga biasa, ragaku disana tapi jiwa dan hatiku melayang jauh kesana... Hahha...

Malam pertama sukses membuatku insomnia, benar benar insomnia. Ga bisa tidur sama sekali, baru bisa merem sekitar 2 jam, eh ayam jantan versi kepala hitam udah berkokok aja. Pengin teriak, “Woi, bisa diem ga??” Tapi yah, aku cuma orang baru, baru nongol lebih tepatnya, jaga mulut jadinya. Wakaka...

Hari Kedua....

Semua biasa saja, paginya yah gitu gitu aja, mandi dan ritual biasa lainnya. Kemudian kami piket. Hehm.. Ga menyangka kalau harus berdingin ria sampai hari kedua. Sumpah!! Paling ga suka perang dingin, mending lempar lemparan batu es dah, daripada perang dingin. Dan yah, ternyata hari kedua itu ada cerita, cerita yang seumur hidupku baru kali itulah aku berada pada ambang batas antara percaya dan tidak percaya. Sesuatu yang lain, yang tidak nampak namun menjadi nyata. Dan siang itu menjadi awal dari kegalauan dan keamburadulan acara.

Malamnya aku sukses tidur nyenyak tapi, sampai ga tahu jam berapa tiba tiba udah siang bolong aja. Bodoh amat ah, aku capek. Yah, meskipun orang bakal bilang kalau ga solid banget, memanfaatkan kondisi lemah kawan untuk mendapatkan kenikmatan, tapi ya aku masih manusia biasa lho... :D (*nyengir)

Hari Ketiga........ (Malam terakhir, malam paling..............)

Keadaan sedikit membaik, meskipun sukses banget bikin aku nambah ga nyaman sama situasi yang ada. Berasa bersalah banget, bangun udah telat, eh pas balik ke lokasi, kayak digusur pemirsa, mirip banget dah, semua isi barang yang ada ditenda acakadut ga keruan diluar tenda, dan ngenesnya itu tenda tenda lain cuma nonton pemirsa, tontonan gratis..tis....tiss......

Parahnya, perang dingin semakin menjadi gila. Dan yah, bisa apa aku, cuma bisa nikmati alur yang ada, walau hati kecil ga pengin juga mendinginkan kawan sendiri. Tapi, semua berargumen dengan egonya masing-masing, ya sudah aku cuma bisa diem tok pemirsa..

Situasinya justru tidak membaik ternyata, malah semakin runyam pemirsa. Puncaknya itu pada malam terakhir, alih-alih bisa nikmati ‘api unggun’ super romantis, eh..malah situasinya bener-bener darurat. Dan berakhir dengan konflik, konflik batin, konflik fisik, semua berkonflik berdasarkan argumennya masing-masing. Dan ya, aku masih ga percaya berakhir menjadi semakin kacau, masih terasa seperti mimpi.

Dan singkat cerita, kami hampir menjadi Pemenang.

Dari hampir 96 jam perjalananku, aku cuma bisa geleng-geleng kepala. Pertama dan mungkin terakhir kali aku ikut kegiatan itu, tapi cerita yang aku dapat bener-bener luar biasa. Awalnya aku cuma berharap ketemu “Pelangi”ku, tapi ternyata rancanganku bukanlah rancangan-Mu. Tuhan menunjukkan sesuatu yang lebih berharga dari sekedar bertemu dengannya. Mungkin aku belum atau mungkin tidak mungkin sama sekali dapat bertemu kembali dengan “Pelangi”ku, tapi Tuhan memperlihatkan Pelangi nyata dihadapanku, Pelangi yang benar-benar indah, yang sukses buat aku galau dan berangan “Seandainya kamu ada disini, ini persis seperti yang pernah kamu khayalkan dulu, bersama kita melihat Pelangi berdua. Hahha :D (*nyengir lagi) ” Tapi ya, tidak demikian adanya, khayal itu sebatas khayal semata sampai entah kapan waktunya. Nyatanya aku hanya seorang diri melihat Pelangi itu, menahan getirnya sakit (*mewek...)

Hal lain yang aku dapat, bahwa aku masih belum mampu, belum mampu menjadi pribadi yang Tuhan inginkan. Masih perlu banyak belajar, kepekaan dan kepedulianku masih jauh dari kata baik, nol bahkan. Masih harus terus belajar, “imanku masih belum”... Semoga 96 jam kemarin menjadi pengalaman sekaligus pelajaran berharga bagiku, untuk banyak hal, khususnya untuk “nerimo” bahwa rancangan-Nya adalah indah adanya.

Semoga nantinya catatanku lebih berharga, lebih menunjukkan tujuan hidupku..

Aku masih terus mencari, mencari dan mencari akan diapakan hidupku, dan yah.... Aku masih sering galau... :D

(Banyak hal dalam kejadian 96 jam kemarin yang belum mampu aku utarakan dan aku ilustrasikan dengan gamblang, tapi ya...cukup menjadi sebuah cerita berharga yang tersimpan apik dihati dan diotakku yang akan kuturun temurunkan  dimasa tua nanti..) Benar sih nasihat terakhir yang paling melekat dijidat kemarin, “Kegiatan ini bisa menjadi ajang kalian saling mengenal, saling dekat dalam arti positif, tapi tidak menutup kemungkinan jika justru membuat tali perselisihan dan permusuhan... Well, orang muda, tentukan sendiri bagaimana baiknya hidup Anda!!! Hehhe... *sok2.an